Ia mengatakan Tupperware ”gagal beradaptasi dengan perubahan zaman” dari segi produk maupun distribusinya. Saunders menekankan metode penjualan langsung lewat acara-acara berkumpul ”tidak terhubung” dengan pelanggan muda maupun pelanggan tua.
Tak hanya itu, para konsumennya yang lebih muda cenderung memilih produk-produk yang lebih ramah lingkungan seperti menggunakan kertas beeswax atau lilin lebah yang ramah lingkungan untuk menjaga makanan tetap segar, tambahnya.
Richard Hyman, seorang analis ritel lain, mengatakan prinsip utama dari produk Tupperware “tidak sulit untuk diikuti“ oleh perusahaan lain. Dengan munculnya banyak kompetitor kuat, ia sebut perusahaan itu telah ”mengakhiri perjalanan dengan baik”.
Perusahaan itu telah berusaha untuk membuat strateginya lebih beragam, termasuk dengan menjual produknya di perusahaan ritel AS, Target, dan perusahaan serupa lainnya di seluruh dunia. Mereka juga mengembangkan produknya dengan memproduksi jenis alat masak lainnya.
Jika Tupperware membuat perubahan-perubahan lebih besar 10 tahun yang lalu, tambah Saunders, perusahaan itu bisa saja berada di posisi berbeda sekarang.
Namun kini, para petinggi Tupperware tak ada waktu lagi untuk memikirkan apa yang mungkin terjadi. Sebab, perusahaan terancam bangkrut jika tidak ada suntikan dana cepat.